10
PENYESUAIAN DIRI ANAK-ANAK LUAR BIASA
Semua anak adalah luar biasa dalam
arti tidak seorang anak pun sangat serupa dengan yang lainnya. Tetapi, beberapa
anak yang benar-benar menyimpang dan memiliki ciri khas patut mendapat
perhatian khusus dalam buku tentang ilmu kesehatan mental ini. Telah banyak
usaha mendefinisikan istilah anak “luar biasa”. Ada yang menggunakan istilah
tersebut untuk anak yang sangat cerdas atau anak yang luar biasa, sedangkan
orang lain menggunakannya untuk menyebut anak-anak yang tidak normal. Tetapi
pada umumnya, istilah tersebut telah diterima dan dipakai untuk anak-anak yang
cacat dan anak-anak yang berbakat intelektual.
Dengan demikian, anak yang luar
biasa disini dapat didefinisikan sebagai anak yang menyimpang atau berbeda dari
anak-anak biasa (anak rata-rata) atau normal dalam hal: (1) ciri-ciri khas mental; (2)
kemampuan-kemampuan pancaindra; (3) kemampuan-kemampuan
komunikasi; (4) tingkah laku sosial; (5) ciri-ciri khas fisik.
INTELIGENSI
Definisi
Inteligensi
Meskipun
kebanyakan peneliti sependapat bahwa inteligensi adalah seperangkat ciri-ciri
khas dan kemampuan kognitif yang tidak dapatdiamati secara langsung, tetapi
definisi khusus tentang inteligensi telah berubah sepanjang masa.
Konsepsi
Binet mengenai inteligensi menekankan kemampuan menilai sebagai factor yang
sangat penting. Stern mendefinisikan inteligensi sebagai kapasitas umum
individu untuk menyesuaikan pemikirannya secara sadar dengan
kebutuhan-kebutuhan baru. Charles Spearman melihat inteligensi itu sebagai
kemampuan mental yang luas yang meliputi semua fungsi kognitif. Ia mengemukakan
bahwa inteligensi itu adalah salah satu factor yang disebutnya g. Faktor kognitif yang umum ini
memungkinkan orang mampu mencapai keberhasilan dalam bermacam-macam tugas intelektual.
Spearman berpendapat bahwa semua kemampuan intelektual dapat dinyatakan sebagai
fungsi-fungsi dua factor: pertama, faktor
umum yang berlaku bagi setiap kemampuan (faktor g); kedua, faktor khusus
bagi setiap kemampuan tertentu (factor s).
Louis
Thurstone, melihat inteligensi sebagai serentetan kemampuan yang berbeda-beda.
Kemampuan itu adalah kemampuan umum (menyeluruh) yang terbagi dalam
kemampuan-kemampuan khusus, yang dinamakan “primary mental abilities”, yakni verbal comprehension, word fluency,
numerical fluency, spatial visualization, associative memory, perceptual speed,dan
reasoning. Thurstone mengemukakan
bahwa orang-orang yang unggul dalam salah satu bidang juga unggul di
bidang-bidang lainnya.
J.P.
Guilford memperbanyak jumlah ini dan mengemukakan bahwa ada 120 faktor yang
mempengaruhi inteligensi. Tetapi, Raymond Catell menentang ide tentang banyak
inteligensi. Ia mengemukakan bahwa g
benar-benar ada tetapi ada 2 macam g,
yakni fluid-intelligence ( kapasitas
untuk memperoleh pengetahuan baru dan memecahkan masalah-masalah baru yang
sebagian ditentukan oleh faktor-faktor biologis dan factor-faktor genetik ) dan
crystallized-intelligence (
pengetahuan dan pelajaran yang diperoleh sepanjang hidup kita melalui interaksi
antara fluid-intelligence dan
pengalaman lingkungan ). Howard Gardner mengemukakan suatu teori tentang
inteligensi yang disebut theory of
multiple intelligences. Ia mengemukakan 7 macam inteligensi, yakni linguistic, musical, logical-mathematical, spatial,
bodily-kinesthetic, social sensitivity, dan personal awareness. Robert Steinberg mengembangkan suatu teori
tentang inteligensi yang dinamakan triarchic
theory. Menurut triarchic theory
ada 3 aspek inteligensi yang berbeda tetapi berhubungan, yaitu :
1. Aspek inteligensi internal
2. Aspek adaptif inteligensi
3. Aspek-aspek eksperensial inteligensi
Sebagai
kesimpulan dapat dikatakan bahwa meskipun dalam semua defines tentang
inteligensi yang dikemukakan diatas terdapat perbedaan, tetapi terdapat juga
beberapa kesamaan, yakni: (1)
kapasitas itu terbagi dua: kapasitas umum dan kapasitas khusus yang terbagi
lagi dalam bidang-bidang tertentu; (2) kapasitas
itu bertingkat-tingkat; (3) secara
implisit tingkat-tingkat inteligensi dapat diukur dan bidang-bidangnya dapat
diidentifikasikan.
Pengukuran
Inteligensi
Inteligensi diukur dengan tiga standar pengukuran:
usia mental (mental age), intelligence
quotient (IQ), dan jenjang presentil (percentile
rank).
Usia Mental
Usia mental adalah kemampuan mental yang khas bagi
individu pada tingkat usia kronologis (chronological
age) tertentu.
Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient adalah angka indeks tunggal
yang menyatakan tingkat kecerdasan seseorang dibandingkan dengan orang lain
dalam sampel yang standard. Ukuran yang dikenal sebagai IQ pertama kali
dikemukakan oleh William Stern, seorang psikolog Jerman. Ia memperhatikan bahwa
jika usia mental dibandingkan dengan usia kronologis, maka akan terdapat ukuran
yang stabil. Kemudian William Stern mengusulkan rumus yang berikut :

MA
: Usia mental
CA
: Usia kronologis
Jenjang Persentil (Percentille Rank)
Jenjang presentil adalah pernyataan skor tes inteligensi
berdasarkan kedudukan relatif pada populasi tertentu.
Tes Inteligensi
Tes inteligensi yang biasa dipakai adalah Revised Stanford-Binet
Test of Intelligence; Wechsler-Bellevue Scales (Form I dan Form II, dan WAIS);
Wechsler Intelligence Scale of Children; Goodenough Drawing Test; dan Arthur
Point Scale.
ANAK
BERBAKAT INTELEKTUAL
Mereka
yang berada di puncak inteligensi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni
genius biasa, yang ber-IQ 140-170, dan genius luar biasa yang ber-IQ diatas
170. Anak-anak yang sangat menyimpang ini biasanya mengalami kesulitan besar
dalam penyesuaian diri dengan lingkungan yang didominasi oleh anak-anak yang
jauh kurang cerdas. Meskipun jumlah yang genius itu hanya sedikit saja, tetapi
mereka memikul tanggung jawab besar bagi kemajuan umat manusia. Masyarakat
sebaiknya melakukan segala sesuatu yang dapat menjamin kecerdasan mereka.
Ciri-Ciri Mental
Anak-anak yang berbakat intelektual biasanya
menampakkan keunggulan mereka pada usia yang sangat dini. Satu-satunya
kriterium yang sangat baik tentang anak yang daya pikirnya unggul adalah
kosakatanya luas. Diharapkan bahwa karena inteligensi verbalnya begitu tinggi,
anak yang berbakat intelektual akan belajar membaca lebih dini dalam hidupnya
daripada anak-anak biasa.
Prestasi Sekolah
Selama belajar di sekolah, hasil kerja dari anak-anak
yang sangat cerdas ini sangat unggul dalam semua mata pelajaran. Tetapi,
kuosien pendidikan mereka mungkin sedikit lebih rendah daripada IQ mereka.
Perbedaan-perbedaan antara kuosien pendidikan dan kuosien inteligensi
kebanyakan disebabkan karena sekolah tidak dapat menyesuaikan isi pelajaran
dengan kemampuan anak-anak yang cemerlang itu.
Penyesuaian Diri
dalam Keluarga
Kira-kira
sepertiga dari anak-anak yang berbakat intelektual dilahirkan dan dididik dalam
keluarga-keluarga dimana ayah-ayah mereka adalah orang-orang profesional. Sebagai
manusia, orang tua mungkin mengalami reaksi emosional yang kalut terhadap
anaknya yang berbakat. Orang tua bangga terhadap prestasi anaknya tetapi juga
jengkel karena anaknya mengetahui hal lebih banyak daripada ia sendiri.
Lagipula, orang tua pada umumnya berpendapat bahwa anak-anak yang menjadi
dewasa sebelum waktunya akan berakibat tidak baik. Setiap anak berbakat yang sama
sekali atau sedikit ditolak oleh orang tuanya merasa bahwa dalam awal
kehidupannya ada sesuatu dari dirinya yang tidak disukai. Ketika usianya
bertambah, ia mulai menduga bahwa inteligensinya yang tinggi itulah yang
menjadi penyebabnya dan mungkin menjadi penghalang antara dirinya dan
keluarganya.
Penyesuaian Diri
di Sekolah
Anak
yang berbakat itu sering mengalami kesulitan besar dalam menyesuaikan diri
dengan situasi di sekolah. Karena daya pikirnya yang jauh lebih tinggi daripada
rata-rata anak yang usia kronologisnya sama, seringkali anak berbakat ini
mengalami rasa bosan dan jengkel ketika gurunya terus-menerus menerangkan
pelajaran yang memang sudah ia kuasai. Akibatnya, ia berpikir lebih baik untuk
mogok belajar dan malas pergi ke sekolah.
Secara
teoritis, cara yang paling baik menangani masalah itu ialah membiarkan
anak-anak yang berbakat itu dalam kelas-kelas heterogen dan kemudian
menyesuaikan isi pelajaran dan metode pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan dan
kemampuan-kemampuan mereka.
Penyesuaian Diri
dengan Teman-Teman Sebaya
Perbedaan
usia mental antara anak-anak yang sangat berbakat dan anak-anak rata-rata
(biasa) begitu besar sehingga sulit sekali mencapai penyesuaian diri sosial
yang normal. Ada kemungkinan anak-anak
seperti itu hidup dalam kesepian dan mencari kepuasan dengan bermain sendiri atau
menciptakan kawan-kawan khayalannya. Dengan demikian, kepribadian anak itu
menjadi rusak meski untuk sementara atau kadang-kadang untuk seterusnya. Tidak
mengherankan bahwa banyak di antara anak-anak berbakat itu menjadi malu akan
inteligensinya yang tinggi dan menjadi penyebab utama munculnya rasa frustasi
terhadap kebutuhan akan status dan ketentraman emosinya.
Kestabilan Emosi
Ada
kemungkinan besar bahwa individu-individu yang berbakat itu tidak begitu
berbeda dengan orang-orang kebanyakan mengenai frekuensi kekalutan tingkah laku
yang ringan atau berat.
Kreativitas
Hampir tidak ada penelitian mengenai kreativitas
atau hubungan antara kreativitas dan gangguan-gangguan emosional.
Tinjauan Historis Pendidikan Anak Berbakat
Dalam
Perkembangan, perhatian pendidikan terhadap anak-anak yang berbakat ini
mendapat hambatan dari situasi social dan politik. Puncak perhatian terhadap
anak-anak berbakat di Amerika Serikatadalah pada tahun-tahun sesudah Perang
Dunia II yang dikenal sebagai ledakan pengetahuan dan teknologi. Pada tahun
1957 Rusia meluncurkan pesawat Sputnik ke angkasa luar dan hal ini mendorong
Amerika untuk mendidik anak-anak Amerika yang memiliki bakat-bakat unggul
sebagai calon-calon ilmuwan ulung yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tetapi, perhatian kea rah ni mulai mengendur karena Amerika merasa
ada jaminan bahwa ia akan mendapat kedudukan unggul dalam memimpin dunia, dan
disamping itu juga ada tekanan yang kuat dari demokratisasi yang menolak adanya
kelompok elite dari mereka yang tergolong berbakat istimewa. Alasan lain
disamping kekhawatiran adanya kelompok elite yang memandang anak-anak berbakat
tidak perlu mendapat perhatian khusus atau pelayanan pendidikan khusus adalah
bahwa mereka telah dianugerahi bakat-bakat yang luar biasa secara alami, dengan
demikian mereka pasti mampu mewujudkan potensi dari dirinya sendiri dan dapat
mencapai keunggulan. Apa yang dikemukakan ini tidak sesuai dengan fakta yang
ada karena banyak anak yang potensial berbakat tidak berprestasi sesuai dengan
kemampuannya (underachiever) karena mereka tidak mendapat pelayanan pendidikan
yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Ditinjau dari segi demokratisasi
juga, maka dunia pendidikan harus memberikan pendidikan khusus bagi mereka yang
memiliki kemampuan superior dan inipun termasuk hak asasi manusia.
Sejalan dengan perkembangan
perhatian terhadap kebutuhan pendidikan bagi anak berbakat terjadi juga
perkembangan konsep mengenai keberbakatan. Terman telah mengadakan penelitian
longitudional (1959) tentang anak berbakat, dan keberbakatan itu cenderung
diasosiakan Terman dengan IQ yang tinggi (very superior). Tetapi, Guilford
(1967) menunjukkan bahwa kemampuan-kemampuan intelektual manusia
beranekaragaman dan banyak kemampuan intelektual penting yang tidak diukur oleh
tes intelegensi, seperti kreativitas. Galton dianggap sebagai perintis di
bidang ini karena dalam studinya tentang perbedaan kemampuan mental antara
individu dan perhatiannya terhadap bakat-bakat unggul yang dipu69(blikasikan
dalam bukunya yang berjudul “Heredity Genius” (1869) mengemukakan bahwa apa
yang dinamakan genius itu merupakan kombinasi dari bakat bawaan dan cirri-ciri
kepribadian, seperti semangat dan keuletan dalam bekerja. Keberbakatan kemudian dilihat dalam pengertian yang lebih luas
(multidimentional) seperti yang terdapat dalam perumusan keberbakatan yang
digunakan dalam Rencana Tujuh Tahun Pelayanan Pendidikan Anak Berbakat di
Indonesia (1982-1989) yang mengemukakan bahwa “yang dimaksudkan dengan anak
berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang luar biasa unggul,
mampu mencapai prestasi yang tinggi. Di antara nya mereka yang unggul secara
konsisten dalam kapasitas intelektual umum, kapasitas akademik khusus, dalam
bidang pemikiran kreatif-produktif, bidang kinestetik atau psikomotorik, dan
dalam bidang psikososial (anatar lain bakat kepemimpinan).
Sayangnya proyek program pendidikan
anak berbakat yang diluncurkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Penelitian dan Kebudayaan, Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidika,
pada tahun 1982, yang Rencana Tujuh Tahun Pelayanan Pendidikan Anak Berbakat di
Indonesia hanya berlangsung sampai tahun 1986/1987, karena ada perubahan
prioritas dalam kebijakan pendidikan dan kendala financial. Sekolah Unggulan
ini dipromosikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1994
untuk didirikan di setiap provinsi. Tetapi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
pada waktu itu (Dr. Wardiman Djojonegoro) mengungkapkan bahwa Sekolah Unggulan
tidak sama dengan sekolah anak berbakat intelektual oleh Departemen Pendidikan
Nasional, terbukalah kesempatan baru bagi mereka untuk dapat menyelesaikan
suatu jenjang pendidikan dalam waktu lebih singkat, sesuai dengan UUSPN Nomor 2
Tahun 1989, Pasal 24, Ayat 6.
Dari
WCGTC dibentuk beberapa federasi, antara laian Asia-Pasific Federation of the
World Council for Gifted and Talented Children, APF-WCGTC juga mengadakan
konferensi internasional setiap dua tahun sekali pada tahun-tahun genap (WCGTC
pada tahun-tahun ganjil). Pada APF-WCGTC Indonesia pun mempunyai delegasi yang
menghadiri konferensi APF secara berkala, termasuk menyampaikan makalah tentang
bermacam-macam pendidikan keberbakatan di Indonesia. Tahun 1996 Indonesia
mendapat kehormatan menjadi tuan rumah dari 4th Asia-Pasific
Conference on Giftedness di Jakarta (4-8 Agustus, 1996). Pada kesempatan
disampaikan Country Report dari delapan Negara Asia-Pasifik (Jepang, Australia,
Indonesia, Korea, Philipna, Hongkong, Thailand, dan Taiwan) tentang perkembangan
pendidikan bagi orang berbakat dan bertalenta. Keynote speeches dan sebagian
besar makalah diterbitkan dalam buku “Optimizing Excellence in human resource
development”(Utami Munandar dan Conny Semiawan [eds.]). Pada konferensi
tersebut, Prof. Dr. S.C. Utami Munandar menjadi presiden dari Asia-Pasific
Federation of the WCTGTC (1996-1998). Partisipasi Indonesia dalam forum
internasional cukup kelihatan, antara lain juga dengan menghadiri sekaligus
menyampaikan makalah di konferesni European Council of High Ability (ECHA) dan di badan-badan
internasional lainnya.
Hal
yang sangat penting bagi Indonesia adalah pada tanggal 7 Agustus 1993 didirikan
Yayasan Indonesa untuk Pendidikan dan Pengembangan Anak Berbakat (YIPPAB)
dengan susunan pengurusnya adalah sebagai berikut.
1. Ketua
Umum :
Prof. Dr. S.C. Utami Munandar
2. Sekretaris :
Prof. Dr. Conny Semiawan
3. Bendahara :
Bpak H. Maulwi Saelan
4. Ketua
Bidang Pendidikan :
Dr. Reni Akbar-Hawadi
5. Ketua
Bidang Penelitian :
Prof. Dr. Yaumil Agoes Achir
6. Ketua
Bidang Usaha :
Bapak H. Maulwi Saelan
7. Ketua
Bidang Humas :
Bapak Wahjono, Ph. D.
8. Ketua
Bidang Peran Serta Masyarakat :
Ny. Izinar Adi Tobing
Program
Akselerasi
Penyelenggaran
pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal, artinya semua siswa
diperlakukan sama di dalam kelas. Kelemahannya adalah tidak terakomodasinya
kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya tidak sama baik intelegensi
maupun bakat dan minatnya. Berdasarkan pengalaman siswa yang berkemampuan jauh
di atas normal cenderung lebih cepat menguasai materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru, Akibatnya adalah bahwa siswa yang demikian akan menunggu
siswa-siswa lain yang lebih lamban daripada dirinya. Pengertian Akselerasi yang
dikemukakan oleh Pressey (1949) adalah suatu kemajuan yang diperoleh di dalam
program pengajaran dalam kecepatan yang lebih cepat atau usia yang lebih muda
daripada yang konvesional. Sedangkan dalam program percepatan belajar untuk SD,
SLTP, dan SLTA yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi iu
didefinisikan sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan
bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa, untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan
(Depdiknas, 2001).
Untuk
definisi pertama ada tiga catatan, yakni: Perlu adanya kemantapan eksistensi
dari satu kumpulan materi, tugas, keterampilan, dan persyaratan pengetahuan
dari setiap jenjang pengajaran; Mempersyaratkan adanya kecepatan dari kemajuan
yang diinginkan, yang spesifik, melalui kurikulum yang cocok untuk semua siswa;
Adanya dengan bila dibandingkan dengan usia teman sebaya, siswa yang cerdas
akan mampu lebih cepat melaju melalui suatu program pengajaran standar. Dengan
demikian, ada dua kriteria kemajuan, yakni prestasi yang ada dan kemampuan
untuk melangkah lenih cepat dan biasanya.
Definisi
pertama dari model penyelenggaran akselerasi dapat bervariasi. Model-model
tersebut dapat diutarakan sebagai berikut.
1. Siswa
masuk sekolah dalam usia yang lebih muda daripada persyaratan yang ditentukan
pada umumnya (early entrance).
2. Siswa
dipromosikan ke kelas yang lebih tinggi daripada ditempatkan pada kelas yang
biasa pada akhir tahun pelajaran (grade skipping).
3. Siswa
diberikan materi pelajaran yang dianggap
sesuai dengan prestasi yang mampu dicapainya (continous progress).
4. Siswa
diperkenalkan pada materi pelajaran yang memungkinannya untuk mengatur sendiri
kemajuan-kemajuan yang bisa di perolehnya sesuai dengan tempo yang dimilikinya
(self-paced).
5. Siswa
ditempatkan untuk satu atau beberapa mata pelajaran tertentu (subject matter
acceleration).
Kelas
kita mengacu pada berbagai macam akselerasi yang dikemukakan di atas, program percepatan
belajar yang diadakan pemerintah saat ini masih terbatas pada butir ke-7
(curriculum telescoping). Dan, untuk itu model penyelenggaran program
percepatan belajar menurut definisi yang dikemukakan pemerintah bisa berupa
pelayanan khusus, kelas khusus, dan sekolah khusus. Tetapi, kebijakan
pemerintah tahun pelajaran 2001/2002 adalah pendiseminasian program percepatan
belajar yang dititikberatkan pada model kelas khusus.
Tujuan
Penyelenggaraan
program percepatan belajar memiliki dua tujuan yakni tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum meliputi: (1). Memberi pelayanan terhadap peserta didik
yang memiliki karateristik khusus dari aspek kognitif dan afektifnya. (2)
Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan
dirinya. (3). Memenuhi minat intelektual dan perspektif mada depan peserta
didik serta: (4) Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan.
Sedangkan tujuan khusus meliputi: (1) Menghargai peserta didik yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih
cepat. (2) Memacu kualitas atau mutu peserta didik dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual, intelektual, emosional secara beirmbang. (3) Meningkatkan
efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta didik.
Keuntungan dan Kerugian
Program Akselerasi
Keuntungan.
Southern dan Jones (1991) menyebutkan beberapa keuntungan ikut dalam program
akselerasi, yakni: (1) Efisiensi dalam belajar meningkat, (2) Efektivitas dalam
belajar meningkat, (3) Adanya rekognisi terhadap prestasi yang dimiliki, (4)
Waktu untuk meniti karier meningkat, (5) Produktivitas meningkat, (6) Pilihan
eksplorasi dalam pendidikan meningkat dan, (7) Siswa diperkenalkan dalam
kelompok teman yang baru. Kerugian. Terlepas dari keuntungan yang
dikemukakan diatas, ada juga beberapa hal yang menjadi keberatan terhadap
program akselerasi. Keberatan-keberatan itu menyangkut bidang akademis, bidang
penyesuaian diri social, bidang aktivitas ekstrakurikuler, dan bidang
penyesuaian diri emosional.
Anak
Berbakat Intelektual dan Program Akselerasi
Pengertian anak berbakat sangat luas, masing-masing dapat
membuat definisi yang berbeda. Untuk itulah pengertian Anak berbakat dala
program percepatan belajar yang dikembangkan oleh pemerintah dibatasi dua hal
sebagai berikut: Mereka yang mempunyai taraf intelegensi atau IQ di atas 140
atau Mereka yang oleh psikologi atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik
yang telah mencapai prestasi yang memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual
umum. Dengan definisi yang dikemukakan diatas, maka pihak sekolah yang ingin
menyelenggarakan program percepatan belajar perlu mengacu pada pengertian
tersebut untuk kepentingan rekruitmen dan seleksi calon akseleran. Dalam
Pedoman Penyelenggaran Program Percepatan Belajar, indicator dari hal ini
diperoleh dari tiga sumber, yakni NEM, Tes Kemampuan Akademis, dan rapor.
Persyaratan yang diminta untuk nilai rata-rata seluruh bidang studi di rapor
tidak kurang dari 7,0 nilai rata-rata NEM di atas 7,0 begitu juga dengan nilai
bidang studi Matematika dan Bahasa Indonesia dalam Tes Kemampuan Akademis
sekurang-kurangnya 7,0.
Definisi keberbakatan diambil dari United States Office
of Education (1972) yang berbunyi sebagai berikut: “Anak berbakat adalah mereka
yang didefinisikan oleh orang-orang yang berkualifikasi professional memiliki
kemampuan luar biasa, mampu berprestasi tinggi. Anak-anak ini membutuhkan
program pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan
program sekolah regular agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya maupun
masyarakat. Kalau kedua definisi itu dibandingkan, maka perbedaannya ada dalam
hal untuk prestasi. Definisi pertama (definisi anak berbakat dalam Program
Percepatan Belajar) mempersyaratkan adanya peserta didik yang telah mencapai
prestasi yang memuaskan, sedangkan definisi kedua (definisi anak berbakat yang
dikenal selama ini di Indonesia) hanya mempersyaratkan mampu berprestasi
tinggi. Kedua hal ini memiliki makna yang berbeda. Kata prestasi dalam definisi
pertama telah teraktualisasikan, sedangkan kata prestasi dalam definisi kedua
masih berupa potensi. Dengan demikian, dalam definisi pertama, anak berbakat
yang tidak menunjukkan prestasi (underachiever) tidak dapat direkomendasikan
oleh psikolog ke dalam Program Percepatan Belajar. Hal ini juga dapat diperhatikan
adalah keberbakatan dalam definisi pertama mengacu pada pendekatan
unidimensional dan multidimensional. Dikatakan pendekatan unidimensional karena
satu-satunya kriterium yang dipakai sebagai ukuran anak berbakat adalah
kemampuan intelektual umum atau kecerdasan umum. Jika calon akseleran memiliki
skor IQ 140 (yang disebut extreme gifted atau first order: De Haan &
Havighurts, 1957 dalam Hawadi, 1993 atau highly gifted, Feldhusen, 1989 dalam
Hawadi, 1993) dapat segera direkomendasikan oleh psikolog sebagai calon
akseleran tanpa melihat factor lain, seperti kreativitas dan pengikatan diri
pada tugas. Sedabgkan calon akseleran yang memiliki kecerdasan umum di bawah
skor IQ 140 tetapi tidak kurang dari skor IQ 125 masih perlu memiliki
persyaratan tambahan, yakni kreativitas yang memadai dan pengikatan diri
terhadap tugas yang tergolong baik.
Definisi kedua yang lazim digunakan selama ini lebih
tepat untuk memenuhi kebutuhan anak
berbakat dalam layanan berupa enrichment (pengayaan). Dengan demikian, anak berbakat
yang tergolong dalam definisi pertama lebih tepat disebut accelerated learner,
dan anak berbakat yang tergolong dalam definisi kedua lebih tepat disebut
enriched learner. Dikatakan accelerated learner karena sangat anak lebih mampu
menguasai dan mengintegrasikan bahan-bahan pelajaran yang kompleks. Ia memiliki
kemampuan untuk belajar dan mengingat kembali sejumlah besar informasi dengan
tepat. Ia mengolah informasi secara efektif, dan sering kali anak berbakat
dengan tipe ini mampu bekerja baik di sekolah. Ia dikatakan sebagai high
achiever dan sangat berdisplin serta sukses untuk tugas-tugas yang melibatkan
analisis logis. Hanya kekurangannya ialah anak yang termasuk kategori
accelerated learner kurang matang secara social sehingga ia sangat membutuhkan
keterampilan social. Enriched learner sang anak memiliki cirri-ciri kepribadian
yang lebih imajinatif, sangat emosional, secara internal termotivasi, rasa
ingin tahunya besar dan terdorong untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen. Ia
lebih memusatkan perhatiannya pada masalah daripada mengakumulasikan
pengetahuan. Dengan demikian, anak berbakat dengan tipe ini tidak menaruh
perhatian terhadap prestasi (achievement) dan ia memang tidak pernah berada
pada posisi top academic performer dalam bidang studi. Dari apa yang
dikemukakan diatas sudah jelas bila ada
anak yang tidak tergolong dalam definisi anak berbakat dalam Program Percepatan
Belajar.
RETARDASI MENTAL
Retardasi
mental dalam perkembangan intelegensi dikenal dengan beberapa sebutan, misalnya
lemah mental, amentia (untuk membedakannya dari dementia, suatu kondisi
psikotik, oligprenia. Sebutan yang bermacam-macam itu dibedakan berdasarkan
tingkat kapasitas inteletual yang diperoleh atau factor-faktor penyebab.
Misalnya, idiot adalah individu dengan IQ di bawah 25, dan cretin adalah orang
yang menderita karena kelenjar gondok tidak berfungsi dengan baik. Retardasi
mental menimbulkan masalah social yang besar karena memerlukan sarana-sarana
dan prosedur-prosedur pendidikan yang khusus. Secara singkat dapat dikatakan
retardasi mental adalah tingkat fungsi intelektual yang secara signifikan
berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes intelegensi yang
dilaksanakan secara individual. Untuk diklasifikasikan sebagai orang yang
mengalami retardasi mental, fungsi social dan intelektualnya harus rusak
(lemah). Retardasi mental dilihat sebagai suatu kondisi kronis dan tidak dapat
diubah yang dimulai sebelum usia 18 tahun. Bila fungsi intelektual jauh ke
tingkat retardasi sesudah usia 18 tahun, maka masalah tersebut diklasifikasikan
sebagai dementia dan bukan retardasi mental.
DSM-III mengemukakan tiga kriteria yang harus dipenuhi
dalam mengdiagnosis seorang individu yang menderita retardasi mental: (1)
Individu harus memiliki “fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada
dibawah rata-rata.” Secara teknis, fungsi intelektual dari individu tersebut
berada pada IQ 70 atau lebih rendah dari 70. (2) Individu tersebut harus
mengalami kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku adaptif yang disebabkan
oleh atau ada hubungannya dengan intelegensi yang rendah. Kerusakan dalam
tingkah laku adaptif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menerima
tanggung jawab social dan mengurus diri sendiri (misalnya mengenal atau
mengatakan tentang waktu, menangani uang, berbelanja atau berpergian
sendirian). (3) Gangguan itu harus terjadi sebelum usia 18 tahun dan bila
sesudah usia tersebut fungsi mental individu menurun, maka ia didiagnosis
sebagai orang yang menderita dementia dan bukan retardasi mental. Meskipun
banyak anak yang menderita gangguan autis juga mengalami retardasi, tetapi ada
beberapa perbedaan antara autism atau retardasi: Anak-anak yang mengalami
retardasi mengalami perkembangan yang kognitif yang sama dengan perkembangan
social nya, sedangkan pada autism perkembangan social anak selalu lebih rendah
daripada perkembangan kognitif, anak-anak yang autis memperlihatkan
kekurangan-kekurangan berat dalam bahasa dan penyimpangan yang lebih banyak
dalam bahasa, perangsangan diri sendiri lebih memusatkan perhatian pada
stimulus-stimulus penglihatan dan pendengaran, dan tingkah laku-tingkah laku
aneh seperti memutar-muta benda, memukul-mukul dan memutar-mutar tubuh adalah
hal-hal yang terjadi pada autisme tetapi bukan pada retardasi, dan anak-anak yang
mengalami retardasi termotivasi untuk menyenangkan orang-orang dewasa, tetapi
anak-anak autis tidak menghiraukan pengaruh dari perbuatannya terhadap
orang-orang dewasa.
Tingkatan
Retardasi Mental
Dalam diagnosis retardasi mental biasanya ditetapkan tingkatan
cacat sesuai dengan tingkatan IQ dan taraf kemampuan penyesuaian diri social.
Istilah-istilah yang dipakai untuk tingkatan retardasi mental itu adalah moron,
imbisil, dn idiot.
Moron
Anak-anak moron dengan IQ 51-69 dan usia mental berkisar
dari 6 atau 7 sampai 11 menunjukkan sedikit kelainan fisik. Dengan dilatih oleh
orang-orang yang cakap dan dengan penuh kasih sayang, mereka dapat mencapai
kelas V atau kelas VI Sekolah Dasar. Tingkatannya ada yang rendah, medium, dan
tinggi. Biasanya gejala-gejala lemah mental dan kriteria social dan emosional
merupakan factor-faktor yang menentukan dalam klasifikasi ini. Mereka tidak
memiliki kemampuan untuk mengontrol diri, mengadakan koordinasi, dan adaptasi
yang wajar. Mereka dapat diajar dalam beberapa keterampilan tangan dan mengurus
diri sendiri. Orang-orang moron memerlukan perlindungan khusus dalam masyarakat
karena mereka kurang memiliki kemampuan nalar dan kemampuan berfikir untuk
mengatur dan mengurus masalah mereka sendiri. Menurut pembagian secara klinis,
moron dibagi atas dua tipe, yaitu tipe stabil dan tipe tidak stabil.
Dalam tipe stabil, orang moron mempunyai minat dan
perhatian terhadap lingkungannya dan rajin. Mentalnya seimbang dan ada kemajuan
prestasi di SD. Mereka juga pada umumnya bertingkah laku baik dan tidak
menimbulkan banyak kesulitan. Dalam tipe tidak stabil, orang moron pada umumnya
sangat rebut, kurang mampu mengontrol diri, selalu merasa gelisah dan selalu
bergerak. Ia tidak henti-hentinya berbicara dan melakukan kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Sangat emosional dan penuh ketakutan, khususnya pada malam hari
sehingga sering menjerit-jerit dan mudah menangis. Suka mwrasa iri dan sangat
keras kepala, tetapi kadang-kadang ada juga yang sangat pendiam, aneh, selalu
dibayangi oleh kesedihan-kesedihan, selalu mengeluh, dan selalu tidak merasa
puas. Anak laki-laki yang betipe moron bersifat tidak stabil, memiliki
seksualitas yang kuat meskipun tidak memiliki kondisi yang wajar untuk
mengadakan hubungan seks yang normal, sedangkan anak gadis yang bertipe moron
tidak stabil, tidak begitu membahayakan seperti halnya laki-laki.
Imbisil
Kelompok yang tergolong dalam imbisil termasuk dalam
rentang IQ 25-50 dn rentang usia mental 3-6 atau 7 tahun. Anak imbisil dapat
belajar berbicara, dan dengan demikian dapat menyampaikan kebutuhan-kebutuhan
dasar tetapi biasanya tidak dapat belajar membaca dan menulis.
Gerakan-gerakannya tidak stabil dan lamban, ekspresi mukanya kosong dan tampak
seperti emosi.
Idiot
Kelompok yang tergolong dalam idiot termasuk dalam
rentang IQ di bawah 25 dan berusia mental O sampai 3 tahun. Perumbuhan
mentalnya biasanya tidak melampaui usia kronologis 8 atau 9 tahun. Idiot itu
dibagi atas dua macam, yaitu idiot partial dan atau tdak total dan idiot
komplet atau absolute. Idiot Partial orang yang menderita penyakit ini memiliki
perasaan primitif. Idiot partial ini disebabkan oleh penyakit-penyakit
hydrocephaly, parencephaly, microgyria, atroti local, anomaly dari ganglia,
yakni kelainan dari pusat saraf dan 50% disebabkan oleh penyakit epilepsy,
tremor, dan athetosis.
Idiot yang komplet (Absolut) orang dari kelompok ini
tidak mempunyai kemampuan jiawa dan mengalami degenrasi secara total. Usia
mentalnya seperti anak yang berusia 2,5 tahun. Tidak bisa berbicara dan tidak
bisa membedakan instingnya. Ada gerakan-gerakan otot tetapi tidak
terkoordinasi.
Tipe
Klinis Retardasi Mental
Para ahli klinis
menggunakan empat kategori retardasi mental berdasarkan pada nilai tes
intelegensinya, yakni ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
TABEL
15: TINGKAT-TINGKAT RETARDASI MENTAL DALAM PANDANGAN KLINIS
Tingkat Kehebatan
|
Perkiraan Rentang IQ
|
Persentase Retardasi Mental
|
Retardasi mental ringan
|
50-70
|
Kira-kira 85
|
Retardasi mental sedang
|
35-49
|
10
|
Retardasi mental berat
|
20-34
|
3-4
|
Retardasi mental sgt berat
|
Dibawah 20
|
1-2
|
TABEL
16 : TINGKAT-TINGKAT RETARDASI MENTAL DAN TINGKAHLAKU ADAFTIF UNTUK RENTANG KEHIDUPAN
DALAM PANDANGAN KLINIS.
Tingkat
|
Usaha Prasekolah 0-5
|
Usia Sekolah 6-21
|
Dewasa 21+
|
Ringan
|
Anak-anak prasekolah ini dapat
mengembangkan keterampilan-keterampilan social dan komunikasi dengan
reterdasi ringan pada bidang-bidang sensorik-motorik.
|
Dapat mempelajari
keterampilan-keterampilan akademis.Secara khas mereka tidak dapat mempelajari
bahan-bahan pelajaran sekolah menengah umum dan membutuhkan pendidikan
khusus, terutama pada tingkat usia sekolah menengah.
|
Mereka kadang-kadang membutuhkan pengawasan
dan bimbingan bila mereka mengalami tekanan social dan ekonomis yang berat.
|
Sedang
|
Dapat berbicara dan belajar
berkomunikasi tetapi kurang memperlihatkan kesadaran social dan hanya
memperlihatkan perkembangan motoryang cukup.
|
Dapat mempelajari keterampilan-keterampilan
akademis fungsional sampai kira-kira kelas IV SD pada usia mereka pada akhir
belasan tahun, pendidikan khusus dibutuhkan.
|
Mampu membiayai hidupnya sendiri
dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan atau
pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan semi terampil.
|
Berat
|
Kurang memperhatikan motor hanya, dan
hanya berbicara sedikit. Pada umumnya, mereka tidak mampu memperoleh
keuntungan dari latihan dalam membantu dirinya sendiri dan mereka
memperlihatkan sedikit keterampilan-keterampilan Komunikasi.
|
Dapat berbicara atau belajar
berkomunikasi, dan dapat dilatih dalam kebiasaan-kebiasaan kesehatan
yang mendasar mereka tidak dapat
mempelajari ketermapilan-keterampilan akademis fungsional, tetapi mereka
dapat memperoleh keuntungan dari latihan kebiasaan-kebiasaan yang sistematis.
|
Dapat menyumbang sebagian untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri dengan pengawasaan yang penuh, dan mereka dapat
mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk melindungi dirinya sendiri
sampai pada suatu tingkat yang sedikit berguna dalam suatu lingkungan yang
terkontrol.
|
Sangat Berat
|
Retardasi yang hebat : kemampuannya
hanya sedikit yang berfungsi dalam bidang-bidang sensorik motor.
|
Suatu perkembangan motor ada pada
anak-anak muda ini tetapi mereka tidak memperoleh keuntungan dari latihan
dalam membantu dirinya sendiri.
|
Hanya memperlihatkan suatu
perkembangan motor dan cara bicara. Sama sekali tidak mampu memelihara
dirinya sendiri dan benar-benar membutuhkan perawatan dan pengawasan.
|
Penyesuaian Diri Orang
Yang Mengalami Retardasi Mental
Karena cacat, maka
kebutuhan mereka terutama kebutuhan akan keamanan, emosi mungkin lebih mendesak
orang yang mengalami reterdasi mental itu bener-benar tidak beruntung.Ia tidak
memiliki intelegensi yang mencukupi untuk mengembangan berbagai mekanisme
penyesuaian diri yang dapat membantunya memecahkan masalah-masalah emosional.
Orang yang terbelakang tidak hanya
cacat mental, tetapi juga kemungkinan jauh lebih besar dari pada anak-anak
normal, ia juga mengalami cacat fisik. Karena orang yang mengalami reterdasi
mental kurang memiliki perlengkapan mental untuk menangani cacat fisiknya, maka
ia merupakan masalah pribadi yang lebih beasar baginya daripada orang yang
lebih cerdas. Karena masyarakat lebih menerima penyakit fisik dari pada
penyakit mental, demikian juga masyarakat lebih dapat menerima cacat fisik
daripada cacat mental.
Penyesuaian
Diri diSekolah
Anak yang intelegensinya dibawah
rata-rata biasanya mengalami kesulitan dikelas. Jika IQ-nya 67, mentalnya
berkembang 8 bulan untuk setiap tahun kalender. Oleh karena itu, ia masuk
sekolah pada usia 6 tahun, usia mentalnya baru 4. Ia mungkin diharapkan dapat
belajar membaca, tetapi ia tidak bisa. Ia sekarang berusia 7 tahun, tetapi
masih belum dapat membaca walaupun bahannya mudah.Ia terus belajar di Sekolah
Dasar, dan tahun demi tahun ia berjuang dengan bahan pelajaran yang telampau
sulit baginya. Pada usia 12 tahun, usia mentalnya 8.
Ada dua pemecahan bagi masalah
sekolah anak-anak yang sedikit mengalami retardasi mental, yakni yang ber-IQ
51-69. Anak tersebut dididik dalam program sekolah khusus, anak didik mengenai
keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, tanda-tanda sederhana,
menghitung, dan sebagainya. Nilai-nilai fungsional dan bukan akademik harus
dititikberatka dalam pendidikan anak-anak yang cacat mental. Guru tentu saja
tidak hanya sadar akan perlunya mengadakan penyesuaian-penyesuaian diri tetapi
ia juga harus mengetahui kebutuhan dan kemampuan dari kelompok yang cacat
mental itu dan mengetahui bagaimana cara mengajar mereka.
Penyesuian
Diri di Dalam Keluarga
Mereka mungkin tidak mau mengakui
kekurangan-kekurangan anak itu dan melemahkan dorongannya untuk mencapai
sesuatu karena mereka tidak memperlihatkan keouasan terhadap apa yang dapat
dilakukannya. Mereka menekan anak itu untuk mencapai ukuran-ukuran yang
melampaui taraf kemampuannya dengan cara yang halus, penuh kasih sayang, atau
terang-terangan menolak.Orang tua lain memanjakan anak cacat mental itu dan
membuatnya supaya tetap tergantung, dengan demikian orangtua menghalangi
kempuan anaknya walaupun terbatas.
Orang tua dari anak yang cacat
mental berada dalam situasi yang sulit. Karena sikap masyarakat, mereka mungkin
merasa malu karena anak mereka cacat dan perasaan malu itu mungkin
mengakibatkan anak itu ditolak secara terang-terangan atau tidak
terang-terangan. Ada beberapa bukti bahwa orang tua yang kurang berpendidikan
dari kelompok sosioekonomis bawah lebih berhasil dalam membantu anak-anak cacat
mereka dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan baik. Menerima
keterbatasan mental merupakan kunci utama bagi kesehatan mental dan perasaan
dalam masyarakat bagi semua anak cacat mental terutama bagi yang sedikit cacat.
Kestabilan
Emosi. Gangguan-gangguan ini mulai dari ketidak mampuan dalam menyesuaikan
diri yang ringan, seperti kurang mampu menguasai emosi yang diduga karena
rendahnya usia mental mereka, sampai keadaan psikotik. Dari
penelitian-penelitian yang dilakukan ternyata bahwa reaksi-reaksi psikotik
kira-kira tiga kali lebih besar dari pada yang diduga antara orang-orang cacat
mental berdasarkan perbandingan jumlah mereka.
Suatu terapi lingkungan biasanya
sangat penting. Terapi ini dilakukan dengan cara memanipulasikan lingkungan
dengan tujuan membantu orang-orang cacat mental itu dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan emosionalnya.
Penyebab
Reterdasi mental disebabkan banyak
factor, tetapi dari sekian banyak factor mungkin akan dikelompokan menjadi dua
kategori : factor-faktor yang tidak berasal dari lingkungan (termasuk di dalam
factor-faktor hereditas atau genetic, factor prenatal, dan factor pada waktu
kelahiran dan sesudah kelahiran) yang disingkat saja sebagai factor biologis
dan factor psikososial. Penelitian memperlihatkan bahwa sekurang-kurangnya
setengah dan bahkan sering kali jauh lebih besar jumlahnya dalam populasi
orang-orang yang menderita reterdasi yang ringan, telah mengalami cacat
kromosom, penyakit genetic khusus, penyakit atau luka khusus sebelum kelahiran
atau sesudah kelahiran (Akeson, 1986).
Faktor-Faktor
Biologis
Kualitas-kualitas gen yang diduga
berasal dari orant tua dan diteruskan kepada anak-anak disebut herediter.
Tetapi, beberapa gen yang ada pada saat kehamilan tidak seperti gen-gen yang
dimiliki oleh salahsatu orang tuanya, gen-gen itu disebut gen-gen abnormal.
Gangguan-gangguan tertentu dapat diperoleh sebelum kelahiran, sebagai akibat
dari zat-zat kimia yang memasuki janin melalui placenta dan juga disebabkan
oleh penyakit atau luka pada waktu kelahiran atau sesudah kelahiran.
Abnormalitas-Abnormalitas Kromosom. Dalam
kasus-kasus ini, cacat-cacat yang terdapat pada kromosom-kromosom yang bukan
jenis kelamin, atau autosom mengarah kepada kondisi-kondisi yang menyebabkan
reterdasi mental. Kira-kira sepertiganya melngalami mutasi-mutasi gen tunggal
dan kebanyak dari yang seprtiga itu mengalami mutasi-mutasi atau
abnormalitas-abnormalitas kromosom.
1. Down
syndrome. Abnormalitas kromosom yang sangat biasa dan dikaitkan dengan
reterdasi mental adalah down syndrome. Gangguan down syndrome ini sering
disebut juga “ Mongolisme” Disebut demikian karena mata sipit dari anak yang
menderita gangguan ini memberi kesan seperti orang Mongol. Ciri khas pada orang
yang menderita gangguan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: wajah lebar,
hidung pesek atau tumpul dan lebar, letak matanya miring, lubang matanya sempit
dan sipit. Sering kali matanya juling dan mengalami hipermetropia. Kadang
menderita astigmatisme, yakni melihat benda tetapi anggapannya tidak sama
dengan penglihatannya. Sering sekali mengalami8 katarak, yaitu mata berair dan
pandangannya jadi kabur kosong.Matanya bertitik-titik mengalami kerusakan.
Mulutnya menganga terbuka, kulitnya halus berlemak dan otot-ototnya atau
uratnya lemah, lidahnya tebal dan besar tetapi lunak, biasanya menjulur keluar.
Adakalanya lidahnya kecil sekali, runcing, kasar, juga terbelah-belah.Otaknya
tidak tumbuh dengan sempurna karena ada kerusakan pada alat pernapasannya , ada
oedema ( pembengkakan yang mengandung air )
pada otak sehingga system saraf mengalami kerusakan.
pada otak sehingga system saraf mengalami kerusakan.
2. Turner’s
syndrome. Turner’s syndrome atau sering disebut juga dengan gonadal dysgenesis
hanya terdapat pada wanita dan hanya kadang-kadang menyebabkan reterdasi
ringan. Penyebab gangguan ini adalah wanita kehilangan atau tidak memiliki satu
dari dua kromosom wanita ( hanya memiliki kromosom X dan buka XX). Wanita yang
mengalami ganguan ini memiliki alat kelamin luar yang normal, indung telur
tidak berkembang dan hanya memproduksi esterogen yang sedikit,mandul,serta,memiliki
badan lebih pendek dari rata-rata. Ganguan ini bisa dirawat dengan memberikan
hormone wanita tetapi perawatan tidak dapat memperbaiki cacat pada abilitas
kognitif.
3. Klinefelter’s
syndrome yang hanya terbatas pada pria dan disebabkan oleh kromosom-kromosom
wanita tambahan. Susunan kromosomnya bukan XY (satu kromosom wanita dan satu
kromosom pria) kromosom normal untuk pria, XXY atau XXXY. Yang mengakibatkan
buah dada besar,otot tidak berkembang dengan baik, dan mandul.
Ganguan-Gangguan
Herediter (Genetik)
Bila gangguan itu
disebabkan oleh sesuatu gen yang dominan, maka hanya satu gen dari sepasang gen
khusus itu mengalami gangguan itu. Sebaliknya, dalam gangguan-gangguan yang
resesif, dua gen dari pasangan gen itu harus mengalami kerusakan.
1. Gangguan-gangguan
yang disebabkan oleh gen-gen yang sangat dominan.
Sebagai contoh
dari gangguan ini adalah tuberous scleorosis. Disamping reterdasi berat dan
serangan kejang-kejang, gangguan ini menimbulkan tumor-tumor kecil berserabut
yang terdapat disamping hidung dan bagian dalam dari tubuh, dan
abnormalitas-abnormalitas kulit.
2. Gangguan-gangguan
yang disebabkan oleh gen-gen resesif. Apabila kedua orang tua mungkin membawa
gen resesif yang sama, maka satu diantara anak empat anak mereka memiliki
kemungkinan mengalami gangguan itu, dan dua dari empat anak mereka memiliki
kemungkinan untuk menjadi pembawa gangguan itu sama seperti orang tua mereka.
Beberapa gangguan yang diwariskan ini merupakan gangguan-gangguan metabolism.
A. Phenylketonuria
(PKU). Phenylketonuria yang biasanya disingkat dengan PKU mengakibatkan suatu
tingkat reterdasi berat. Mereka mungkin mudah marah, tidak dapat diprediksikan,
hiperaktif, dan pada umumnya tidak responsive terhadap orang lain.Anak yang
menderita PKU mungkin memiliki rambut pirang, bermata biru, dan berkulit kuning
langsat. Penyebab PKU adalah enzim yang diperlukan untuk menghancurkan asam
amino yang disebut phenylalanine rendah. Bila phenylalanine tidak dihancurkan,
maka phenylalanine membentuk phenylalane cid, yang kemudian merusak otak.
Apabila makannya mengandung phenylalanine yang berkadar rendah itu diberikan
sejak dini pada masa bayi da tetap dipertahankan selama jangka waktu
sekurang-kurangnya 6 tahun, maka reterdasi akan menjadi rendah atau tidak
begitu berat.
B. Tay-Sachs
disease adalah gangguan metabolis lain yang diwariskan dan bisa menimbulkan
kematian. Anak-anak yang ditimpa oleh gangguan ini akan menderita dan secara
berangsur-angsur kehilangan control terhadap otot, dan akan menjadi tuli, buta,
serta mengalami reterdasi dan kelumpuhan.
C. Cretinisme.
Karakteristik fisik cretinisme yang sangat terkenal adalah badan yang sangat
pendek ( kerdil), perut menonjol, jari-jarinya pendek dan gemuk, kulit kering,
rambut jarang dan rapuh.Pada bayi, cretinisme dapat ditemukan dengan adanya
denyut jantung yang rendah, kecepatan pernapasan kurang dan suhu tubuh yang
rendah.
3. Gangguan-gangguan
yang dibawa oleh sel-sel jenis kelamin. Bila abnormalitas terjadi dalam
pasangan kromosom ini, yang disebut sel-sel jenis kelamin, tidak selalu
abnormalitas yang menimbulkan cacat seberat seperti yang disebankan oleh
abnormalitas dalam kromosom-kromosom yang bukan jenis kelamin. Fragilen X
syndrome adalah penyebab kedua reterdasi mental yang sangat umum dan dapat
didefinisikan pada pria.Penyebab pertama yang paling umum adalah down syndrome,
karena fragile syndrome diteruskan melalui kromosom X, maka pria diwarisi
penyakit ini dari ibunya.
Gangguan-gangguan yang Disebabkan
oleh Lingkungan Prenatal. Faktor-faktor prenatal
yang dihubungkan dengan reterdasi mental adalah infeksi-infeksi yang dialami
ibu, ketidak cocokan darah dan kondisi-kondisi ibu yang kronis, zat-zat kimia
dalam lingkungan janin, radiasi, kekurangan gizi, usia dari orang tua, dan stress
yang dialami ibu.
1. Infeksi-infeksi
yang dialami ibu. Ada tiga macam virus yang dikenal sebagai cacat-cacat
kongenital, yakni virus rubella (campak jerman), cytomegalovirus, dan harpes
virus homilis (herpes simplex). Sintom-sintom dari ibu hamil yang menderita
gangguan rubella hanya berupa suhu tubuh rendah dan peradangan kulit yang
ringan. Reterdasi dapat juga terjadi bila ibu menderita infeksi bakteri,
seperti sifilis atau penyakit virus yang kronis, seperti herpes. Sifilis pada
ibu selain bisa menyebabkan reterdasi, keguguran dan bayi lahir, juga dapat
mengakibatkan mati, reterdasi mental,bayi terlahir buta, dan tuli,serta cacat
kelahiran lainnya.
2. Ketidakcocokan
darah dan kondisi ibu yang kronis. Hipertensi ( tekanan darah tinggi ) dan
diabetes adalah conto gangguan kronis yang mungkin mengganggu makanan janin dan
menyebabkan terjadinya kerusakan otak. Bahkan obat-obat penenang yang ringan,
seperti Librium ada hubungannya dengan peningkatan cacat-cacat yang berat pada
janin. Disamping itu, zat-zat kimia, udara, makana, dan air mungkin juga
mempengaruhi anak sebelum lahir.Serta penggunaan alcohol pada waktu kehamilan
diketahui sebagai penyebab terjadinya reterdasi.
Diagnosis
Prenatal. Sudah selama
bertahun-tahun sonogram atau ultrasound scan yang memperlihatkan janin pada
layar televise, dan amniocentesis, yakni suatu analisis mengenai cairan
amniotic disalam kantung pembungkus janin, telah membantu untuk mendeteksi
adanya down syndrome dan cacat genetic yang termasuk beberapa gangguan yang
diwariskan. Amniocentesis tidak dapat digunakan sampai kira-kira bulan keempat
kehamilan dan sel-sel harus dipelihara selama dua minggu setelah tes itu
dilakukan, dengan demikian kehamilan bisa berjalan terus sebelum hasilnya
diketahui.
Amniocentesis
dapat disarankan apabila resiko untuk mendapat anak yang akan mengalami
retardasi atau gangguan genetik lainnya adalah tinggi misalnya,bila ibu berusia
di atas 35 tahun atau bila anak yang lain dalam keluarga menderita
gangguan-gangguan genetik lainnya. Hasilnya bersama dengan informasi yang
diperoleh mengenai sejarah genetik orang tua digunakan untuk berbicara dengan
orang tua mengenai kemungkinan akan kehamilan itu. Dengan memberikan
pengetahuan ini, atau mereka dapat menyiapkan diri untuk melahirkan seorang
anak yang mengalami suatu masalah tertentu.
Suatu prosedur yang dikembangkan
kemudian adalah chorionic virus sampling,
yang merupakan alternatif untuk Amniocentesis
dan dapat dilakukan sesudah kehamilan berusia 9 minggu. Baik Amniocentesis maupun chorioniv virus sampling dapat dilakukan
dengan menggunakan jarum suntik yang dimasukkan ke dalam leher rahim. Bahaya
dari Amniocentesis adalah antara
setengah atau satu persen dari tes ini menyebabkan keguguran sehingga
penggunannya bisa mendatangkan bahaya bagi janin.
Tes baru lain adalah alpha-fetoprotein test yang memerlukan
sampel darah pada akhir bulan keempat kehamilan. Tes ini dapat menunjukkan
tidak hanya kemungkinan adanya gangguan-gangguan genetik,seperti down syndrome, tetapi juga cacat-cacat pada
tabung neural,seperti anencephaly, dimana
bayi lahir dengan otak yang tidak sempurna atau tanpa otak. Tes darah dengan
menggunakan alfafetoprotein test tidak
meyakinkan, dengan demikian bila hasil dari tes itu positif, wanita yang hamil
itu perlu juga dengan sonogram dan mungkin juga dengan Amniocentesis.
Masalah-Masalah
pada waktu Kelahiran dan Sesudah Kelahiran. Diketahui
bahwa kondisi-kondisi tertentu yang terjadi pada waktu kelahiran dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya retardasi mental, meskipun kondisi-kondisi
tidak sering terjadi bila dibandingkan dengan kondisi-kondisi prenatal. Dua
kesulitan yang sangat umum terjadi adalah asphyxia
(kekurangan oksigen), dan kelahiran prematur, yakni lahir tiga minggu atau
lebih sebelum waktunya. Kerusakan sistem saraf pusat sesudah kelahiran dapat
juga menyebabkan retardasi. Diantara kasus-kasus kerusakan itu adalah
infeksi-infeksi,pukulan-pukulan pada kepala, tumor, dan racun-racun. Beberapa
zat beracun (misalnya,karbon monoksida,barbiturat dan sianida) merusak sel-sel
otak dengan menghilangkan oksigen dari sel-sel tersebut. Racun-racun lain
(misalnya,timah,warangan,dan air raksa) merusak tempat-tempat tertentu pada
otak.
Meningitis
dan encephalitisyang berat yang terkadang menyebabkan gondok,campak,cacar air
dapat menyebabkan terjadinya peradangan otak dan jaringan sel-sel di
sekitarnya. Seringkali hal ini menyebabkan retardasi,serangan kejang-kejang
atau bahkan keduanya.
Faktor-Faktor
Psikososial
Bentuk-bentuk
retardasi mental yang berat dan sangat berat hanya merupakan sebagian kecil
saja dari kasus retardasi mental. Retardasi mental yang sedang,berat,sangat
berat ditemukan pada semua tingkatan masyarakat dan
penyebabnya adalah masalah-masalah fisiologis. Sebaliknya,bentuk-bentuk
retardasi yang ringan ditemukan pada golongan sosial yang lebih rendah.
Retardasi-retardasi yang ringan tidak dihubungkan dengan penyebab-penyebab
khusus dan tidak dibagi menjadi tipe-tipe yang berbeda.
Pengaruh dari status sosio-ekonomis
dan latar belakang budaya terhadap abilitas intelektual diteliti pada anak-anak
Cina,Yahudi,Puerto,Riko,dan Negro yang berasal dari latar belakang kelas yang
lebih rendah dan menengah serta memperlihatkan dua penemuan
1. Anak-anak
yang berasal dari kelas yang lebih rendah pada umumnya memperlihatkan
performasi yang kurang baik dibandingkan dengan anak-anak dari kelas menengah.
2. Anak-anak yang berasal dari latar belakang
etnis yang berbeda memeprlihatkan pola-pola abilitas yang berbeda pula. Penemuan-penemuan
itu merupakan bukti yang kuat atas pengaruh-pengaruh dari kelas sosial sosial
dan budaya terhadap abilitas intelektual
Pengaruh-pengaruh
dari faktor-faktor psikososial diperlihatkan juga secara dramatis pada kasus
seorang gadis cilik yang terkurung di dalam loteng rumah sampai ia berusia 6
tahun (Davis,1947). Pada waktu ia
ditemukan,IQ-nya hanya 25,tetapi dalam waktu 3 tahun ia berfungsi pada tingkat
yang dengan usianya.
Kedua penemuan di atas ditambah
dengan kasus dari anak yang terkurung itu merupakan dukungan yang kuat bagi
hubungan antara faktor-faktor psikososial dan abilitas-abilitas intelektual.
Dalam kebanyakan kasus,faktor-faktor ini ada kaitannya dengan kelas sosial yang
merupakan kemungkinan untuk menjelaskan apa yang menyebabkan orang-orang dari
kelas yang lebih rendah yang menderita retardasi ringan.
1. Lingkungan-lingkungan psikososial
terbatas. Lingkungan-lingkungan sosial yang kaya dianggap
ikut menunjang perkembangan otak dan keterampilan-keterampilan kognitif yang
lebih tinggi.
2. Kebiasaan-kebiasaan berbahasa. Tingkah laku
verbal memainkan peran yang penting dalam menentukan inteligensi dan dalam
fungsi sehari-hari,dan dengan demikian kebiasaan-kebiasaan berbahasa merupakan
faktor yang sangat penting dalam retardasi mental.
3. Gaya mengasuh anak. Bermacam-macam
penelitian memperlihatkan bahwa bila dibandingkan dengan para ibu dari kelas
menengah,ibu-ibu dari kelas yang lebih rendah lebih otoriter dan hanya
memberikan sedikit peluang kepada anak-anak mereka untuk mengeksplorasikan diri.
Mereka mungkin juga kurang menjelaskan segala sesuatu kepada anak-anak,lebih
kritis,kurang berbicara pada anak-anak mereka dan menggunakan kalimat-kalimat
yang lebih singkat dengan kata-kata yang abstrak. Interaksi ini tidak membantu
perkembangan pemikiran kritis atau tantangan-tantangan akademis.
4. Motivasi. Motivasi sangat
penting untuk performansi intelektual yang efektif, tetapi anak-anak dari kelas
yang lebih rendah tidak didorong untuk melakukan dengan baik di sekolah dan
tidak melihat performansi sekolah sebagai sesuatu yang relevan atau penting.
5. Pendidikan di sekolah. Sering ada
perbedaan-perbedaan penting antara kemudahan-kemudahan yang disediakan untuk
para sisswa dari kelas-kelas atau kelompok-kelompok rasial yang berbeda
6. Perawatan. Fisik atau medis
yang kurang baik.orang-orang dari kelas yang lebih rendah sering menerima
perawatan prenatal dan postnatal yang kurang baik dibandingkan dengan
orang-orang dari kelas menengah dan perbedaan ini dapat mengakibatkan
retardasi.
Tipe khusus
Dua
tipe khusus retardasi mental dikategorikan sebagai pseudoretardasi dan
cendekiawan idiot (idiot savant)
Pseeudoretardasi.
Penderita
mental ini adalah individu yang bereaksi karena menarik diri dalam menghadapi
ketakutan atau kritik,kehilangan semua minatnya terhadap pekerjaan dan dorongan
untuk berprestasi.
Cendekiawan
Idiot (idiot savant). Merupakan gejala kapasitas
intelektual yang aneh dan sulit dimengerti. Meskipun kelihatannya individu itu
seperti dungu dan ada tanda-tanda retardasi mental,tetapi ia memiliki bakat dan
kemampuan yang luar biasa bahkan sering sangat mencolok.
Intervensi
Rita
Wicks-Nelson dan Allen Israel (1991) mengemukakan tiga macam intervensi yang
dapat dilakukan terhadap anak-anak yang mengalami retardasi mental,yakni
penempatan di lembaga,perawatan,dan pendidikan.
CACAT
FISIK
Fisik seseorang merupakan faktor yang
penting dalam pemebentukan gambaran tubuh dan dalam perkembangan self concept.
Jika fisik jelas berbeda atau menyimpang dari yang normal, dengan cacat pada
indra atau motorik,maka penyimpangan seperti itu akan mempengaruhi bentuk dari
gambaran diri seseorang.
Timpang
Dampak psikologis dari cacat tulang tidak
jelas dan langsung, tetapi sampai pada batas tertentu,cacat itu ditentukan oleh
hubungan-hubungan antar pribadi yang dialami oleh orang-orang yang cacat.
Dengan kata lain sikap-sikap keluarganya dan orang-orang lain yang penting
dalam lingkungannya itu sangat mempengaruhi reaksi-reaksi tingkah laku individu
terhadap cacat fisiknya.
Keluarga
Suasana emosional dalam keluarga,
seperti berkali-kali dalam buku ini,sangat penting bagi perkembangan
kepribadian anak. Karena anak yang pincang akan bergantung pada kasih sayang
dan perlindungan orang tua,maka hubungannya dengan orang tua dan
saudara-saudaranya lebih penting daripada anak normal.
Sikap
terhadap diri sendiri
Sikap anak-anak cacat terhadap cacat
mereka dan terhadap diri mereka sendiri tidak hanya berbeda-beda tetapi juga
tidak erat hubungannya dengan tingkat cacatnya.dengan kata lain tidak ada
keseragaman persepsi yang dimiliki orang-orang cacat terhadap cacat-cacat
mereka dalam suatu kebudayaan tertentu. Seperti dikemukakan
sebelumnya,sikap-sikap mereka dipengaruhi oleh situasi sosial yang lebih luas.
Setiap anak yang cacat fisik adalah anak yang memiliki kebutuhan emosional
khusus,kemampuan bawaan,dan latar belakang pengalaman sendiri.
Tuna Rungu
Meskipun ada sedikit perbedaan pendapat
mengenai istilah tersebut dalam membedakan
kelompok-kelompok tuna rungu,tetapi istilah tuli biasanya terbatas pada
orang-orang yang indra pendengarannya tidak berfungsi.
Sikap
Terhadap Orang Tuna Rungu
Orang-orang yang tuli atau susah
pendengarannya lebih besar kemungkinannya untuk tidak disukai dibandingkan
dengan orang pincang atau tuna netra. Mungkin ini disebabkan karena orang-orang
tuna rungu kelihatannya sama seperti yang lain. Orang-orang dengan pendengaran
normal sering menganggap lebih rendah orang yang tuna rungu karena mereka itu
(yang tuli dan yang susah pendengarannya) banyak bertanya tapi sulit menangkap
apa yang telah dikatakan.
Eisen
menjelaskan bahwa beberapa faktor harus berinteraksi sebelum tipe tuna rungu
ini menjadi perhatian para psikolog.
A. Faktor-Faktor
Pendorong
1. Biologis
Infeksi atau penyakit yang menyebabkan
hilangnya pendengaran selama tahap-tahap yang sangat penting sebelum
perkembangan bahasa dan awal perkembangan bahasa.
2. Psikologis
a. Latar
belakang keluarga yang menyebabkan perkembangan kepribadian yang
salah,toleransi yang rendah terhadap stres atau persaingan
b. Reaksi
keluarga terhadap kesulitan pendengaran sehingga memperkuat berkurangna
toleransi stress
B. Faktor-Faktor
Pemercepat
Banyak terjadi bahwa stres dan tegangan
dalam penyesuaian diri dengan teman-teman sebaya di sekolah dan faktor-faktor
sosial yang lain,dijumpai anak ketika ia meninggalkan lingkungan keluarga yang
lebih terlindung.
Tuna Netra
Jumlah
tuna netra di Indonesia belum ditentukan dengan tepat. Salah satu sebabnya
ialah kesulitan mengenai definisi tentang tuna netra. Jika ketajaman
penglihatan sentral 20-200 dipakai sebagai kriterium maka mungkin banyak sekali
orang indonesia termasuk dalam kategori tuna netra. Orang yang memiliki
kemampuan melihat semacam ini hanya dapat membaca huruf yang besar-besar (lebih
dari 14 titik) jika kriterium yang dipakai “hanya kabur penglihatan saja” maka
jumlah tuna netra mungkin hanya sedikit.
Kasus-Kasus Marjinal
Apakah lebih baik buta sama sekali
daripada hanya sedikit buta?apakah lebih baik tuli sama sekali daripada hanya
susah pendengaran? Apakah lebih baik timpang sama sekali daripada hanya sedikit
timpang? Meskipun penjelasan mengenai persoalan-persoalan ini hanya sedikit
sekali,namun pada umumnya cacat yang sudah jelas lebih mudah diterima dan
menyesuaikan diri dengannya dibandingkan dengan situasi marjinal.
Anggota kelompok :
Raden Roro Tantri Dyah (15512850)
Siti Dina Maryani (17512048)
Theresia Debby FR (17512353)
Tiara Mayang Sari (17512373)